Raden Gatotkaca adalah putera Raden Wrekudara yang kedua. Ibunya seorang putri raksasa bernama Dewi Arimbi di Pringgandani. Waktu dilahirkan Gatotkaca berupa raksasa, karena sangat saktinya tidak ada senjata yang dapat memotong tali pusatnya. Kemudian tali pusat itu dapat juga dipotong dengan senjata Karna yang bernama Kunta, tetapi sarung senjata itu masuk ke dalam perut Gatotkaca, dan menambah lagi kesaktiannya.
Dengan kehendak dewa-dewa, bayi Gatotkaca itu dimasak seperti bubur dan diisi dengan segala kesaktian; karena. itu Raden Gatotkaca berurat kawat, bertulang besi, berdarah gala-gala, dapat terbang di awan dan duduk di atas awan yang melintang. Kecepatan Gatotkaca pada waktu terbang di awan bagai kilat dan liar bagai halilintar.
Kesaktiannya dalam perang, dapat mencabut leher. musuhnya dengan digunakan pada saat yang penting. Gatotkaca diangkat jadi raja di Pringgadani dan ia disebut kesatria di Pringgadani, karena pemerintahan negara dikuasai oleh keturunan dari pihak perempuan. Dalam perang Baratayudha Gatotkaca tewas oleh senjata Kunta yang ditujukan kepada Gatotkaca. Ketika Gatotkaca bersembunyi dalam awan. Gatotkaca jatuh dari angkasa dan mengenai kereta kendaraan Karna hingga hancur lebur. Gatotkaca beristerikan saudara misan, bernama Dewi Pregiwa, puteri Raden Arjuna.
Dengan kehendak dewa-dewa, bayi Gatotkaca itu dimasak seperti bubur dan diisi dengan segala kesaktian; karena. itu Raden Gatotkaca berurat kawat, bertulang besi, berdarah gala-gala, dapat terbang di awan dan duduk di atas awan yang melintang. Kecepatan Gatotkaca pada waktu terbang di awan bagai kilat dan liar bagai halilintar.
Kesaktiannya dalam perang, dapat mencabut leher. musuhnya dengan digunakan pada saat yang penting. Gatotkaca diangkat jadi raja di Pringgadani dan ia disebut kesatria di Pringgadani, karena pemerintahan negara dikuasai oleh keturunan dari pihak perempuan. Dalam perang Baratayudha Gatotkaca tewas oleh senjata Kunta yang ditujukan kepada Gatotkaca. Ketika Gatotkaca bersembunyi dalam awan. Gatotkaca jatuh dari angkasa dan mengenai kereta kendaraan Karna hingga hancur lebur. Gatotkaca beristerikan saudara misan, bernama Dewi Pregiwa, puteri Raden Arjuna.
Dalam riwayat, Gatotkaca mati masih sangat muda, hingga sangat disesali oleh sekalian keluarganya.
Menurut kata dalang waktu Raden Gatotkaca akan mengawan, diucapkan seperti berikut :
Tersebutlah, pakaian Raden Gatotkaca yang juga disebut kesatria di Pringgadani: Berjamang mas bersinar-sinar tiga susun, bersunting mas berbentuk bunga kenanga dikarangkan berupa surengpati. (Surengpati berarti berani pada ajalnya. Sunting serupa ini juga dipakai untuk seorang murid waktu menerima ilmu dari gurunya bagi ilmu kematian, untuk lambang bah.wa orang yang menerima ilmu itu takkan takut pada kematiannya). Bergelung (sanggul) bentuk supit urang tersangga oleh praba, berkancing sanggul mas tua bentuk garuda membelakang dan bertali ulur-ulur bentuk naga terukir, berpontoh nagaraja, bergelang kana (gelang empat segi). Berkain (kampuh) sutera jingga, dibatik dengan lukisan seisi hutan, berikat-pinggang cindai hijau, becelana cindai biru, berkeroncong suasa bentuk nagaraja, uncal diberi emas anting.
Diceritakan, Raden Gatotkaca waktu akan berjalan ia berterumpah Padakacarma, yang membuatnya dapat terbang tanpa sayap. Bersongkok Basunanda, walaupun pada waktu panas terik takkan kena panas, bila hujan tak kena air hujan. Diceritakan Raden Gatotkaca menyingsingkan kain bertaliwanda, ialah kain itu dibelitkan pada badan bagian belakang Raden Gatotkaca segera menepuk bahu dan menolakkan kakinya kebumi, terasa bumi itu mengeram di bawah kakinya. Mengawanlah ia keangkasa.
Wayang itu diujudkan sebagai terbang, ialah dijalan kain, dari kanan ke kiri, dibagian kelir atas beberapa kali lalu dicacakkan, ibarat berhenti di atas awan, dan dalang bercerita pula, Tersebutlah Raden Gatotkaca telah mengawan, setiba di angkasa terasa sebagai menginjak daratan, menyelam di awan biru, mengisah awan di hadapannya dan tertutuplah oleh awan di belakangnya, samar samar tertampak ia di pandangan orang. Sinar pakaian Gatotkaca yang kena sinar matahari sebagai kilat memburunya. Maka berhentilah kesatria Pringgadani di awan melintang, menghadap pada awan yang lain dengan melihat ke kanan dan ke kiri. Setelah hening pemandangan Gatotkaca, turunlah ia dari angkasa menuju ke bumi,
Adipati Karna waktu perang Baratayudha berperang tanding melawan Gatotkaca. Karna melepaskan senjata kunta Wijayadanu, kenalah Gatotkaca dengan senjata itu pada pusatnya. Setelah Gatotkaca kena panah itu jatuhlah Gatotkaca dari angkasa,, menjatuhi kereta kendaraan Karna, hingga hancur lebur kereta itu.
Tersebut dalam cerita, Raden Gatotkaca seorang kesatria yang tak pernah bersolek, hanya berpakaian bersahaja, jauh dari pada wanita. Tetapi setelah Gatotkaca melihat puteri Raden Arjuna, Dewi Pregiwa, waktu diiring oleh Raden Angkawijaya, Raden Gatotkaca jatuh hati lantaran melihat puteri itu berhias serba bersahaja. Berubah tingkah Raden. Gatotkaca ini diketahui oleh ibunya (Dewi Arimbi) dengan sukacita dan menuruti segala permintaan Raden Gatotkaca. Kemudian puteri ini diperisteri Raden Gatotkaca.
Kocap kacarita, Sang Rama Parasu paripaksa ngambali angupadi ing ngendi dununging Bathara Wisnu. Nanging samangke dalan kang bakal kaambah wus katon nglegewa tan ana padhas curi kang rumpil. Amarga wus ana titikan manawa sejatine, kang den ulari wus gumathok parane. Bathara Wisnu sejatine wus nyarira marang satriya saka ing Ngayodya, kang aran Raden Rama ya Raden Regawa.
Mangkana Rama Bargawa wus manjing wana gung liwang liwung kang njlujur pener tanpa menggok marang parane Negara Ayodya. Wana kang kebegan ing eri bandhil bebondhotan. Ing kana tan kapireng aba swaraning jalma manungsa kang kapireng amung pambekosing warak lan pambaunging sima miwah pangempreting dwipangga. Nanging uga ana sajuga swara bebisik kang tinumpangan ing samirana. Tan ana sisip lamun iku swara pambisiking jim setan peri prayangan kang amalaya bumi. Keclap-keclap wujuding kang peri lan prayangan cat ilang cat katon kanti wujud kang karya gogrog marasing kang tan darbe kawanen.
Mangkana Sang Rama Parasu tindake anelasak grumbul kang karya mobah kumarasak swarane. Sanajanta eri bandhil kang kasangkut ing raga temah pada rebah kasulayah, nanging tan kuwawa nyebit kulit daginging Sang Parasu. Tan ana bisa anggogrogake wulune senajan amung salamba! Mangkana lampahe Sang Ramaparasu wus laju. Lampahing jalma kang tetela wus ander pati, wus jeleh marang eden-edening ngaurip. Kang sinedya ing telenging nala, amung angantu-antu, kapan baya wahyane sarira bakal kasirnaake dening titising Bathara Wisnu.
Senajanta raga wus tan pakra kaya satataning jalma. Sarira kang amung alelancing klikaning kekayon sesabuk oyoting mandira, nanging dedeging angga kang teguh bhirawa amuwuhi santosaning otot bebayune. Rikma kang tuwuh gimbal, ingudhal madhul madhul tumumpang midhangan kanan kering, lan ing wingking angalembreh dumugi ing wadidang, sinawang kaya witing lapa kang tuwuh ing imbanging jejurang.
Sang Parasu amung amboga pepucuking tetuwuhan, kaleyanging kekayon lan amung anginum bun kang kacipta jagat ing kalaning gagat enjang, parandene sarirane nyata katon saya angenguwung tejane.
Ganti kang winuwus, seje papane nunggal caritane. Nalika samana ing Negari Mantili Dirja, ana pawarta kang wus sumebar angebegi jagad, lamun ana sayembara ngalap sekaring kedhaton ingkang sesilih Rekyan Sinta wus kagelar. Rentenging penggalih Sang Nata Mantili Dirja, Prabu Janaka, marga negara Mantili nalika samana wus kinepung raja sewu negara kang nunggal karep ngayunake Sang Rekyan Sinta. Paripaksa Sang Nata anggelar sayembara menthang langkap. Sak sapaa kang widagda menthang langkap Kyai Gandewa tumekeng tikel, sayekti iku kang winenang amengku garwa Sang Raja Putri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar