Rabu, 08 Februari 2012

Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam


Sudah diterangkan dahulu bahwa Abbasiyah mempunyai kekuasaan secara penuh hanya pada periode 100 tahun pertama. Pada periode selanjutnya pemerintahan Abbasiyah sebagai pemerintahan pusat melemah. Dalam kondisi seperti itu Negara – Negara Provinsi berusaha untuk melepaskan diri dan mendirikan kekuatan
– kekuatan baru menyaingi Abbasiyah, sehingga kota Baghdad tidak lagi menjadi satu – satunya kota internasional. Ibu kota Negara – Negara Provinsi muncul menyaingi Baghdad. Daulah – daulah kecil berlomba untuk maju, terutama dalam bidang peradaban dan ilmu pengetahuan. Di Andalus (Spanyol)muncul bani Umayyah II yang beribu kota Cordova. Di Afrika Utara berdiri daulah Murabitin, kemudian daulah Muwahidin. Di Sisilia ada kerajaan Normandia, walaupun beragama Kristen tapi memajukan peradaban dan ilmu pengetahuan Islam. Di Mesir muncul daulah Fathimiyah, kemudian Ayyubiyah. Di sebelah Timur kota Baghdad berdiri bani Ghaznawiyah. Kerajaan kerajaan kecil ini pada masanya masing – masring ikut andil memajukan ilmu pengetahuan dalam Islam.
A.    Islam Di Andalus
1.      Wilayah Andalus, yang sekarang disebut Spanyol di ujung Selatan benua Eropa, masuk ke dalam kekuasaan dinasti bani Umayyah semenjak Thariq bin Ziyad, bawahan Musa bin Nushair gubernur Qairuwan, mengalahkan Spanyol pimpinan Roderik raja bangsa Gothia tahun 92 H/711 M.[1] Kemenangan ini menjadi awal bagi Thariq untuk menakhlukan kota – kota lain di Semenanjung Iberia (Andalusia) tanpa banyak kesulitan.[2]
Penguasaan Ummat Islam terhadap Andalus dapat dibagi menjadi beberapa periode :
a.       Periode Pertama
Periode antara tahun 711 – 755 M, Andalus diperintah oleh para wali yang diangkat oleh khalifah bani Umayah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini Andalus secara politis belum stabil, masih terjadi perebutan kekuasaan anta relit penguasa, atau masih adanya ancaman musuh Islam dari penguasa setempat.
b.      Periode Kedua
Periode antara tahun 755–1013 M pada waktu Andalus dikuasai oleh daulah Umawiyah II. Periode ini dibagi dua :
1)      Masa Keamiran tahun 755–912. Masa ini dimulai ketika abad al – Rahman al – Dakhil, seorang kerunan bani UmaYyah I yang berhasil menyelamatkan diri dari pembunuhan yang dilakukan bani Abbas di Damaskus, mengambil kekuasaan di Andalus pada masa Amir Yusuf al – Fihr. Ia kemudian memproklamirkan berdirinya daulah Umawiyah II di Andalus kelanjutan Umawiyah I di Damaskus.[3]
2)      Masa Kekhalifan tahun 912–1013 M, ketika Abd al – Rahman III, air ke – 8 bani Umayyah II, menggelari diri dengan khalifah al – Nashir li Dinillah (912–961 M). Kedudkannya dilanjutkan oleh Hakam II (961-976), kemudian oleh Hisyam II (976-1007 m). Pada masa ini ummat Islam Andalus mengalami kemakmuran dan kemajuan di segala bidang.[4]
c.       Periode Ketiga
Periode antara tahun 1031-1492 M, ketika ummat Islam Andalus terpecah dan menjadi kerajaan – kerajaan kecil. Periode ini dibagi menjadi tiga masa :
1)      Masa kerajaan – kerajaan kecil yang sifatnya local tahun 1031-1086 M, jumlahnya sekitar 20 buah. Masa ini disebut Muluk al Thawaif (raja golongan). Mereka mendirikan kerajaan berdasarkan etnis Barbar, Slovia, atau Andalus yang bertikai satu dengan yang lain sehingga menimbulkan keberanian ummat Kristen di Utara untuk menyerang. Ada juga yang mengundang bangsa Barbar dari Afrika Utara. Karena itu terjadi ketidakstabilan dalam politik. Namun dalam bidang peradaban mengalami kemajuan karena masing masing ibu kota kerajaan local ingin menyaingi kemajuan Cordova. Muncullah kota – kota besar Toledo, Sevilla, Malaga, dan Granada.[5]
2)      Masa antara tahun 1086-1235 M, ketika ummat Islam Andalus di bawah kekuasaan bangsa Barbar Afrika Utara. Mula – mula bangsa Barbar dipimpin oleh Yusuf bin Tasyin mendirikan daulah Murabitin, kemudian dating ke Andalus untuk menolong ummat Islam Andalus mengusir umat Kristen yang menyerang Sevilla pada tahun 1086 M; tetapi kemudian menggabungkan Muluk al-Tawaif ke dalam dinasti yang dipimpinnya sampai tahun 1143 M, ketika dinasti ini melemah digantikan oleh dinasti Bar-bar lain Al- Muwahidin (1146-1235 M). Dinasti ini dating ke Andalus dipimpin Abd al-Mu’min. Pada masa putranya Abu Ya’kub Yusuf bin Abd al-Mu’min (1163-1184 M) Andalus mengalami masa kejayaan. Namun sepeninggal Sultan ini Al Muwahidin mengalami kelemahan. Paus Innocerit II menghasut raja – raja Kristen untuk mengadakan penaklukan kembali (reconquista). Dalam perang al – Uqab di Las Nafas tahun 1212 pasukan Kristen yang dipimpin Alfonso VIII dari Castilla memperoleh kemenangan. Sejak saat itu daulah Muwahidin mundur baik di Andalus maupun di Afrika Utara. Andalus mengalami perpecahan kembali di bawah raja – raja local, sedangkan umat Kristen makin kuat dan menyerang sehingga Cordova jatuh pada tahun 1236 M.[6] Ummat Islam Andalus jatuh di bawah kekuasaan Kristen kecuali Granada yang dikuasai oleh bani Ahmar sejak tahun 1232 M.
3)      Masa antara tahun 1232-1492, ketika ummat Islam Andalus bertahan di wilayah Granada di bawah kuasa dinasti bani Ahmar. Pendiri dinasti ini adalah Sultan Muhammad bin Yusuf bergelar al-Nasr, oleh karena itu kerajaan ini disebut juga Nasriyyah. Kerajaan ini merupakan kerajaan terakhir umat Islam Andalus yang berkuasa di wilayah antara Almeria dan Gibraltar, pesisir Tenggara Andalus. Dinasti ini dapat bertahan karena dilingkupi oleh bukit sebagai pertahanan dan mempunyai hubungan yang dekat dengan negeri Islam Afrika Utara yang waktu itu di bawah kerajaan Marin. Ditambah lagi Granada merupakan tempat berkumpulnya pelarian tentara ummat Islam dari wilayah selain Andalus ketika wilayah itu dikuasai tentara Kristen. Oleh karena itu, dinasti ini pernah mencapai kemajuan diantaranya membangun istana Al-Hamra. Namun pada decade terakhir abad XIV Mdinasti ini telah lemah akibat perbuatan kekuasaan. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh kerajaan Kristen yang telah mempersatukan diri melalui pernikahan antara Esabella dari Aragon dengan raja Ferdinand dari Castilla untuk bersama – sama merebut kerajaan Granada. Pada tahun 1487 mereka dapat merebut Malaga, tahun 1489 menguasai Almeria, tahun 1492 menguasai Granada. Raja terakhir Granada, Abu Abdullah, melarikan diri ke Afrika Utara.[7]
Gerakanreconquista terus berlanjut.[8] Tahun 1499 kerajaan Kristen Granada melakukan pemaksaan orang Isla untuk memeluk Kristen buku – buku tentang Islam dibakar. Tahun 1502 kerajaan Kristen ini mengeluarkan perintahperintah supaya orang Islam Granada keluar dari negeri itu kalau tidak mau menukar agama menjadi Kristen. Ummat Islam harus memilih antara masuk Kristen atau keluar dari Andalus sebagai orang terusir. Maka banyak orang Islam yang menyembunyikan keIslamannya melahirkan keKristenannya. Timbul pula pemberontakan – pemberontakan. Pada tahun 1596 sekali lagi orang Islam Granada memberontak dibantu oleh kerajaan Otsmaniyah. Antara tahun 1604-1614 kira – kira setengah juta orang Islam Spanyol pindah ke Afrika Utara. Ini merupakan perpindahan terakhir ummat Islam Spanyol.[9] Sejak saat itu tak ada lagi ummat Islam di Andalus.

2.      Perkembangan Kebudayaan Islam Andalus Zaman Umawiyah II 756-1031
Di bawah kekuasaan Umawiyah II, kebudayaan Andalus dapat dikatakan masih berupa rintisan terutama dalam bidang kesusastraan, arsitektur, dan intelektual. Sebagai perintis Abd Rahman al-Dakhil mengusahakan terjadinya persatuan penduduk seluruh Andalus yang terdiri dari etnis Arab, Barbar, Slavia, Andalus, Yahudi, sehingga pemerintahannya selama 32 tahun, memindahkan ibu kota dari Toledo ke Cordova.
Dalam bidang kesusastraan Abd Rahman, sebagai seorang yang diilhami oleh kemajuan kesusastraan di Dunia Islam bagian Timur. Tokoh penyair istana adalah Abu al-Makhsyi, sedangkan tokoh sastrawan di antaranya Abu Umar Ahmad bin Muhammad (bin Abd Rabih) yang menulis karya sastra Al-Iqd al-Farid dan Muhammad bin Hani al-Andalussi yang digelari “Mutanabi dari Barat”. Pada masa Umawiyah ahli sastra Andalus berhasil menciptakan bentuk sastra yang disebut zajal dan muwashshah.
Dalam bidang seni bangun (arsitektur), Abd Rahman al-Dakhil merintis membangun kota Cordova lengkap dengan istana, taman, dan masjid. Sistem pengairan diatur sehingga kota mampu mensuplai air bersih untuk keperluan minum. Kota diperlengkapi jalan – jalan dengan lampu penerangannya. Pada saat yang sama kota – kota di Eropa masih tenggelam dengan jalan – jalan yang becek dan gelap.[10] Masjid Cordova yang dibangun tahun 786 oleh Al-Dakhil mempunyai pola dasar bentuk masjid bani Umayyah Damaskus. Masjid ini diperbesar oleh Abd Rahman II dan Al-Hakam II sehingga menjadi sangat indah. Pada masa Abd Rahman III dibangun pula istana yang disebut Al-Zahra, yang runtuh pada tahun 1013 M karena serbuan bangsa Barbar. Menurut pakar arkeologi istana ini merupakan perpaduan seni bangun gaya Byzantium dan Islam, dilengkapi dengan kolam air mancur dan patung manusia yang indah. [11]
Bidang ilmu ke-Islaman yang berkembang saat itu antara lain fiqh, hadits, tafsir, ilmu kalam, ilmu sejarah, tata bahasa Arab, dan filsafat. Hal yang terpenting dalam perkembangan ilmu pengetahuan masa ini adalah perhatian yang tinggi dari penguasa terhadap pendidikan. Secara umum pendidikan masa ini terbagi menjadi tiga tingkatan : rendah, menengah, dan tinggi. Pendidikan rendah dilaksanakan di masjid – masjid. Pada tingkat ini diajarkan cara menulis, membaca Alquran serta tata bahasa Arab. Pada tingkat menengah dilakukan secara perorangan sesuai dengan kemampuan pelajar. Karena itu pada umumnya mata pelajaran adalah tata bahasa Arab, sastra, sejarah, hadits, fiqih, matematika. Pendidikan tingkat tinggi mulai diadakan zaman Al-Hakam II. Institusinya dijalankan secara informal dikendalikan oleh sekelompok professor. Pendidikan tinggi ini berpusat di kota Cordova dan Toledo. Kedua Institusi ini menarik perhatian pelajar pelajar Eropa untuk belajar di sana.[12]
Abd Rahman II dan anaknya Al-Hakam II juga sangat mencintai buku. Mereka berdua membangun perpustakaan besar di Cordova sehingga menjadi perpustakaan terbesar di Eropa pada waktu itu. Hakam II mencari dan membeli buku yang menarik dan sulit diperoleh. Ia sendiri menulis surat kepada setiap penulis kenamaan untuk memperoleh naskah dari karya – karya penulis tersebut dan membayarnya dengan jumlah yang mahal. Kalauia tidak mendapatkannya, ia mengirim utusan untuk melakukan penaskahan. Dengan jalan ini ia mengumpulkan perpustakaan yang sangat luas sehingga katalognya mencapai jumlah 44 jilid.
Sesudah Umawiyah II runtuh dilanjutkan zaman Muluk al-Thawaif, daulah Murabbitin, Muwahidin, kemudian terakhir bani Ahmar. Sepanjang masa itu (1031-1492 M) kondsi politik Andalusia berselang – seling kacau dan stabil. Kalau terjadi perpecahan dating serangan dari umat Kristen, wilayah ummat Islam makin ke Selatan. Datang pula serangan bangsa Barbar dari Afrika Utara. Ketika ummat Islam stabil, ummat Islam dapat membangun peradabannya. Dalam kondisi seperti itu ilmu pengetahuan berkembang, muncul tokoh – tokoh ahlinya. Dalam bidang ilmu agama misalnya Ibn Abd al-Barr (970-1070 M) seorang ahli hadits dengan karyanya al-Isti’ab li Sahabah, Qadu Iyad (1083-1149 M) ahli fiqh, hadist dan sejarah, serta Ibn Rusyd (1126-1198 M) yang terkenal sebagai filosof Islam.[13]     
Dalam bidang sejarh, sejarawan pertama Andalus Ibn Hayyan (w.1076), sedang sejarawan terkenal adalah Ibn Khaldun (1332-1406) dengan karyanya Muqadimah. Meskipun ia lahir di unis, tetapi nenek moyangnya lama menetap di Sevilla. Ia sendiri pernah tinggal di Granada.[14]
Ilmu filsafat berkembang di Spanyol dirintis oleh Bin Masarroh (833-931). Berkembang pesat sesudah zaman Umawiyah II. Filosof yang terkenal Ibn Bajjah dengan karyanya The Rule of Solitary. Ibn Thufail (1105-1185) dengan karyanya Hayy bin Yaqzhan, serta Ibnu Rusyddengan karyanya Tahafut al-Tahafut.[15]
Pada masa Al- Muwahhidin, penguasa menekan perkembangan filsafat sehingga bidang tasawuf berkembang, tokohnya Ibn al-Arabi (digelari Ibn Suraka) yang mengajarkan wihdat al-wujud, dan Abu Madyan pendiri tarekat Syadzaliyah di Spanyol.[16]
Bidang seni bangun mencapai puncaknya dengan dibangunnya istana Al-Hamra di Granada yang dimulai tahun 1246 atas perintah Sultan Nasriyyah.[17] Pada masa itu muncul juga ilmu yang menjadi cikal bakal ilmu pengetahuan modern seperti kedokteran, farmasi, botani, dan geografi. Ada sejumlah dokter terkemuka di Spanyol, di antaranya Ibn Zuhr(1162) dan Ibn Rusyd (1126-1198M). Di samping nama Ibn al-Khotib (1313-1374) dan Ibn Khotima (1369) yang menulis buku tentang penyakit menular.[18] Dalam ilmu botani dan farmasi terkenal nama Ibn al-Baytar (1248). Ia mengarang buku yang memuat 1400 macam tanaman.[19]


[1]  Harun Nasution, Islam Ditinjau dari  Berbagai Aspeknya, ( Jakarta : UI Press, 1978 ), jilid I, h.62
[2]  Departemen Agama Republik Indonesia, Ensiklopedi Islam ( Jakarta : Ikhtiar Baru – Van Hoeve, 1997 ), Vol I, h.145
[3]  Mahayudin Hj. Yahya, Islam di Spanyol dan Sicily, ( Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka Kementrian Pendidikan Malaysia, 1990 ), h.17.
[4]  Joesof Sou’yb, Sejarah Daulah Umayyah di Cardova, Jakarta: Bulan Bintang, 1997), jilid II, h. 143.
[5]  Bernard Lewis, The Arab History in Islam, diterjemahkan oleh Said Djamhuri, Bangsa Arab dalam Lintasan Sejarah, ( Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1988), h.129
[6]  Departemen Agama Republik Indonesia, Op.Cit., Volume II, h. 652 - 654
[7]  Mahayuddin, Op. Cit., h.76
[8]  W. Montgomery Watt, Muslim Intellectual, diterjemahkan oleh Hendro Prasetyo, Islam dan Peradaban Dunia, Pengaruh Islam atas Eropa Abad Pertengahan, ( Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995 ), h.63
[9]  Mahayuddin Hj. Yahaya, Op. Cit., h. 97
[10]  Abd Rochym, Sejarah arsitektur Islam, ( bandung : Angkasa, 1983 ), h. 112
[11]  Philip K.Hitti, History of the Arab, London : The Micmillan Press Ltd., 1974 ) . h. 595
[12]  Philip K.Hitti, History of the Arab, London : The Micmillan Press Ltd., 1974 ) . h. 595

[13]  Ibid., h. 82 – 84.
[14]  Ibid., h. 86
[15]  Ibid., h. 87 - 89
[16]  Ibid., h. 92 - 93
[17]  Philip K. Hitti, Op. Cit., h. 595 - 596
[18]  Oemar Amin Hoesen, Kultur Islam, ( Jakarta : Bulan Bintang, 1964 ) h. 69 – 72.
[19]  Philip K. Hitti, Op. Cit., h. 575 – 576.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger
WELCOME TO MY BLOG & THANKS FOR VISTTING